Perjuangan Seorang Anak, Jadi Kuli Demi Beli Smartphone untuk Belajar Online
Beragam cerita di balik perjuangan siswa tak mampu untuk mengikuti sekolah daring di masa pandemi virus Corona atau COVID-19. Salah satunya dialami Catur Ferianto (16) pelajar asal Grobogan, Jawa Tengah ini terpaksa menjadi kuli karena tak punya smartphone.
Siswa kelas 7 MTs Ya Robi itu mengaku mengumpulkan uang untuk membeli smartphone. Upahnya menjadi kuli bangunan rencananya akan dia belikan smartphone agar bisa mengikuti sekolah daring.
“Saya kerja buat beli HP,” kata Catur saat ditemui detikcom, di tempat kerjanya di Desa Karangrejo, Grobogan, Jumat (07/08/2020).
Setiap harinya Catur bekerja dari pukul 08.00-16.00 WIB. Dia punya waktu istirahat satu jam untuk makan siang.
Meski bertubuh kurus, anak keempat dari lima bersaudara itu tampak cekatan saat bekerja. Dia kebagian tugas menjadi pengaduk semen, mengayak pasir atau membersihkan sisa material.
“Selama ini untuk mengerjakan tugas saya selalu meminjam HP milik kakak,” tutur Catur.
Catur juga ingin belajar daring seperti teman-temannya. Namun, dia memilih bekerja agar bisa membeli smartphone.
“Ya inginnya seperti teman-teman, bermain dan belajar di rumah,” tuturnya.
Catur tinggal bersama orang tua, seorang kakaknya dan adiknya di Desa Karangrejo, Kecamatan Grobogan. Dua kakaknya sudah berkeluarga dan tak tinggal bersama mereka. Sementara ayah dan ibunya bekerja sebagai buruh tani.
Rumahnya pun tampak sederhana, lantai maupun tembok rumahnya belum diplester. Tak hanya itu atap rumahnya juga tampak renggang dan kerap bocor saat hujan.
Ibu Catur, Suwarsih mengaku tak mampu membelikan anak lelakinya itu ponsel. Suwarsih mengaku tak sampai hati melihat anaknya itu bekerja sebagai kuli. Namun, keinginan anak keempatnya itu untuk membeli smartphone agar bisa mengikuti belajar daring membuatnya luluh.
“Selama ini kan sejak ada Corona belajarnya di rumah. Itu perlu HP, kalau mengerjakan tugas itu si Catur pinjam HP mbaknya,” kata Suwarsih.
Pemilik rumah tempat Catur bekerja, Marno mengaku iba dengan niat remaja itu. Dia pun mengaku sempat menolak niat Catur saat ingin bekerja di tempatnya.
“Anaknya baik, rajin dan cekatan. Awalnya waktu minta izin untuk bekerja disini saya tolak. Karena masih kecil,” kata Marno.
Marno menyebut Catur diupah Rp 50 ribu per hari. Dia pun tak memberikan tugas yang berat untuk Catur.
“Tugas dia itu mengayak pasir, mengaduk semen, membersihkan sisa-sisa material. Anaknya tergolong rajin,” puji Marno.
Sumber: detik.com
Jadi Kuli Demi Beli Smartphone Perjuangan Seorang Anak untuk Belajar Online 2